Monday, 20 November 2017

BUSANA ADAT KE PURA YANG SOPAN DAN RAPI


Makna dan Penggunaan Busana Adat Bali untuk Ke Pura


Dewasa ini globalisasi sangat mempengaruhi jaman. Segala aspek menjadi berubah akibat dari arus globalisasi. Termasuk etika dalam menggunakan busana adat Bali. Sejak dahulu hingga sekarang busana adat Bali selalu berubah sesuai perkembangan jaman. Seharusnya dalam menggunakan busana adat Bali terutama untuk persembahyangan harus sesuai dengan tata cara yang berlaku. Namun dewasa ini para umat Hindu terutama para remaja dalam menggunakan busana adat sudah tidak sesuai dengan aturan. Hal ini bisa terjadi karena pola pikir masyarakat. Mereka tidak mengerti akan makna dari busana adat Bali tersebut. Untuk itu agar tidak terus-menerus keliru, perlu adanya pemberitahuan kepada masyarakat secara umum tentang tatwa dalam berbusana adat Bali.

Manusia sebenarnya sudah terlahir sebagai makhluk yang suci. Jadi sebenarnya secara logika, kita sembahyang telanjang bulat pun tidak masalah. Lalu mengapa harus berbusana? pakaian itu diciptakan dengan tujuan untuk menutupi badan, dan baju merupakan salah satu bagian dari alat upacara. Manusia menciptakan sarana upakara dengan tujuan kita bisa lebih memahami ajaran agama kita. Dasar konsep dari Busana adat Bali adalah konsep tapak dara (swastika). Tubuh manusia dibagi menjadi tiga yang disebut dengan Tri Angga, yang terdiri dari:
1.   Dewa Angga : dari leher ke kepala
2.   Manusa angga : dari atas pusar sampai leher
3.   Butha Angga : dari pusar sampai bawah

Pada saat manusia tidak berbusana adat, tubuh manusia masih suci, belum dibagi-bagi menurut konsep Tri Angga berlaku. Konsep ini baru terbentuk ketika manusia sudah berbusana adat. Sebenarnya tidak ada lontar-lontar yang menunjukkan tentang busana adat Bali. Secara umum busana adat Bali dibagi tiga yaitu:
1.   Busana adat Nista : digunakan sehari, ngayah, dan tidak digunakan untuk persembahyangan (busana adat yang belum lengkap)
2.   Busana adat Madya : digunakan untuk persembahyangan (secara filosofis sudah lengkap)
3.   Busana adat Agung : untuk upacara pernikahan/pawiwahan (sedah lengkap secara aksesoris)

Berikut akan dijelaskan tentang penggunaan dan makna dari busana adat Bali ke Pura tersebut.

Busana adat ke Pura untuk putra
Dalam menggunakan busana adat Bali diawali dengan menggunakan kamen. Lipatan kain/kamen (wastra) putra melingkar dari kiri ke kanan karena laki-laki merupakan pemegang dharma. Tinggi kamen putra kira-kira sejengkal dari telapak kaki karena putra sebagai penanggung jawab dharma harus melangkah dengan panjang. Tetapi harus tetap melihat tempat yang dipijak adalah dharma. Pada putra menggunakan kancut (lelancingan) dengan ujung yang lancip dan sebaiknya menyentuh tanah (menyapuh jagat), ujungnya yang kebawah sebagai symbol penghormatan terhadap Ibu Pertiwi. Kancut juga merupakan symbol kejantanan. Untuk persembahyangan, kita tidak boleh menunjukkan kejantanan kita, yang berarti pengendalian, tetapi pada saat ngayah kejantanan itu boleh kita tunjukkan. Untuk menutup kejantanan itu maka kita tutup dengan saputan (kampuh). Tinggi saputan kira-kira satu jengkal dari ujung kamen. Selain untuk menutupi kejantanan, saputan juga berfungsi sebagi penghadang musuh dari luar. Saput melingkar berlawanan arah jarum jam (prasawya). Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan selendang kecil (umpal) yang bermakna kita sudah mengendalikan hal-hal buruk. Pada saat inilah tubuh manusia sudah terbagi dua yaitu Butha Angga dan Manusa Angga. Penggunaan umpal diikat menggunakan simpul hidup di sebelah kanan sebagai symbol pengendalian emosi dan menyama. Pada saat putra memakai baju, umpal harus terlihat sedikit agar kita pada saat kondisi apapun siap memegang teguh dharma. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan baju (kwaca) dengan syarat bersih, rapi dan sopan. Baju pada busana adat terus berubah-rubah sesuai dengan perkembangan. Pada saat ke pura kita harus menunjukkan rasa syukur kita, rasa syukur tersebut diwujudkan dengan memperindah diri. Jadi, pada bagian baju sebenarnya tidak ada patokan yang pasti. Kemudian dilanjutkan dengan penggunakan udeng (destar). Udeng secara umum dibagi tiga yaitu udeng jejateran (udeng untuk persembahyangan), udeng dara kepak (dipakai oleh raja), udeng beblatukan (dipakai oleh pemangku). Pada udeng jejateran menggunakan simpul hidup di depan, disela-sela mata. Sebagai lambing cundamani atau mata ketiga. Juga sebagi lambang pemusatan pikiran. Dengan ujung menghadap keatas sebagai symbol penghormatan pada Sang Hyang Aji Akasa. Udeng jejateran memiliki dua bebidakan yaitu sebelah kanan lebih tinggi, dan sbelah kiri lebih rendah yang berarti kita harus mengutamakan Dharma. Bebidakan yang dikiri symbol Dewa Brahma, yang kanan symbol Dewa Siwa, dan simpul hidup melambangkan Dewa Wisnu Pada udeng jejateran bagian atas kepala atau rambut tidak tertutupi yang berarti kita masih brahmacari dah masih meminta. Sedangkan pada udeng dara kepak, masih ada bebidakan tepai ada tambahan penutup kepala yang berarti symbol pemimpin yang selalu melindungi masyarakatnya dan pemusatan kecerdasan. Sedangkan pada udeng beblatukan tidak ada bebidakan, hanya ada penutup kepala dan simpulnya di blakan dengan diikat kebawah sebagai symbol lebih mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.

Busana adat ke Pura untuk putri

Sama seperti busana adat putra, pertama diawali dengan menggunakan kamen. Lipatan kain/kamen melingkar dari kanan ke kiri karena sesuai dengan konsep sakti. Putri sebagai sakti bertugas menjaga agar si laki-laki tidak melenceng dari ajaran dharma. Tinggi kamen putri kira-kira setelapak tangan karena pekerjaan putri sebagai sakti itu sangat banyak jadi putri melangkah lebih pendek. Setelah menggunakan kamen untuk putri memakai bulang yang berfungsi untuk menjaga rahim, dan mengendalikan emosi. Pada putri menggunakan selendang/senteng dikiat menggunakan simpul hidup di kiri yang berarti sebagai sakti dan mebraya. Putri memakai selendang di luar, tidak tertutupi oleh baju, agar selalu siap membenahi putra pada saat melenceng dari ajaran dharma. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan baju (kebaya) dengan syarat bersih, rapi, dan sopan. Penggunaannya sama seperti baju pada putra. Kemudian dilanjutkan dengan menghias rambut. Pada putri rambut dihias dengan pepusungan. Secara umum ada tiga pusungan yaitu pusung gonjer untuk putri yang masih lajang/belum menikah sebagai lambang putri tersebut masih bebas memilih dan dipih pasangannya. Pusung gonjer dibuat dengan cara rambut di lipat sebagian dan sebagian lagi di gerai. Pusung gonjer juga sebagai symbol keindahan sebagai mahkota dan sebagai stana Tri Murti. Yang kedua adalah pusung tagel adalah untuk putri yang sudah menikah. Dan yang ketiga adalah pusung podgala/pusung kekupu. Biasanya dipakai pleh peranda istri. Ada tiga bunga yang di pakai yaitu cempaka putih, cempaka kuning, sandat sebagai lambing dewa Tri Murti.

Dari uraian diatas, saat kita berhubungan dengan Tuhan yang kita mulai dari bawah. Kita rapikan dan kendalikan dahulu dari bawah lalu keatas. Nah itulah tahapan-tahapan kita dalam menggunakan busana adat. Dengan mebaca uraian diatas hendaknya kita bisa mewujudkan hal itu. Karena jika kita sudah memahami yang benar dan tidak melaksakannya kita akan berdosa. Dan jika anda tahu salah dan tidak memperbaikinya dosanya akan bertambah besar.  Dengan memahami busana adat ke pura, setidaknya kita bisa menjadi umat Hindu yang baik. Uraian diatas silahkan ditiru atau tidak karena agama tidak pernah memaksaan umatnya. Sekarang silahkan turuti kata hati anda. Trima kasih.

*dicarikan dari berbagai sumber

Sunday, 24 July 2016

Antara Logika dan Rasa

Artinya semua harus aku sampaikan melalui tulisan ini, karena terkadang pertemuan tidak dapat memberikan kemampuan mu dan aku menjelaskan apa yang dirasakan. Berbagai pertemuan kadang membungkam kemampuanku untuk mengucapkan banyak kata, tidak seperti percakapan melalui handphone. Sesaaat setelah membaca tulisan ini segeralah memberi kabar tentang keputusan, 

Pertanyaan yang ingin aku sampaikan adalah "Bagaimana menurutmu antara Logika dan Rasa?"

Pertanyaan ini muncul begitu saja setelah aku mendengar kalimat "hanya sebatas teman", sejenak melamun mendengar saja ocehan teman-teman yang menyanyikan kalimat itu disamping telingaku. Aku hanya bisa berpikir dan merasakan maknanya, semakin dirasa semakin sakit, bahkan jika aku ingin menyelaminya lebih dalam maka akan teringat kembali dua kata terakhir yang akan melengkapi kisahku, "kamu terlalu baik" dan "aku mau fokus kuliah". 


Aku tak ingin lagi membahas hal ini, namun kalimat ini selalu aku jadikan topik dalam setiap percakapan. Meskipun kalimat itu aku tahu tidak sengaja engkau ucapkan. Tujuan ku cuma satu, akankah ini menjadi kalimat yang akan mengakhiri kisah ini?


Mengenang kembali apa yang telah kita lalui bersama, dan berbagai skenario yang telah aku ciptakan untuk meykinkan diriku dan meyakinkanmu dirimu adalah sejati. Aku takut kehilanganmu, seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, bagaimana aku sulit sekali menjalani hari setelah putus waktu itu. Aku pernah bercerita dan memintamu menjadi istri, meskipun kita beda 7 tahun, usia itu bukan penghalang. Aku sering memintamu untuk meminta atau mencari izin dari kedua orang tuamu, agar kisah kita tidak berhenti di ujung hari dimana kita sudah saling sepakat. Aku ingin tahu respond kedua orang tuamu, agar kita bisa menentukan sikap dan mencari solusi pemecahannya. Kamu bercerita, gadis mungil yang belum bisa berinteraksi langsung dengan orang tua apalagi untuk membahas hal yang sangat penting. 

Aku sadari, biarkan semua berlalu seperti bagaimana kita menjalani waktu. Hari demi hari, banyak perubahan dalam diri dan sikapku, entah karena aku, dirimu atau masa depan yang ingin aku ciptakan bersamamu, aku bangga bisa bercerita masa depan yang belum pasti, hanya meyakinkanmu aku layak untukmu. 

Kini aku tidak lagi mengirup aroma minuman keras, kau sering mengingatkanku, aku tak lagi menebar janji-janji kepada orang lain, wanita, gadis dan perempuan lainnya, itu semua karena kamu menyadarkanku. Kamu hanya satu yang aku tahu yang memiliki sikap seperti itu, kesederhanaan dan kedewasaan pola pikir menjadikanku bangga memilikimu.

Seharusnya kita berada dipantai saat ini, memandangmu, menceritakan isi dari tulisan ini, menceritakan betapa rindunya aku saat jauh darimu. Lucu, menulis lagi, lucu aku ungkapkan disini, tapi aku tidak malu, biar orang lain juga membaca, setidaknya mereka pernah tahu, bahwa malaikat memang benar-benar ada. Tuhan mengirimkannya satu untuk ku.

Logika dan Rasa, seperti biasa, hidupku penuh skenario-skenario yang aku rancang sendiri, kepadamu dan juga kepada teman-temanku. Semua tidak berakhir baik, logika dan rasa yang tidak bisa dibedakannya. 

Betapa bodohnya diriku juga, setelah semua terjadi aku malah memadamkannya dengan bensin. Tak akan selesei dan bahkan bisa menghacurkanku. Semua skenario aku buat dalam imajinasiku, tapi tidak semua berimajinasi sesuai harapaan ku. Dan kamu pun marah luarbiasa aku rasa. Dan itu artinya aku tetap menang. Aku bangga atas balasan terakhir itu "Sekarang Tidak akan ada yang bisa menyakiti ka ega ", mengapa aku menang? Karena aku selalu melebihi ego pasanganku sebelumnya, sehingga mereka nurut semua yang aku lakukan, meskipun aku salah. Mereka tetap anggap aku benar. Itu tidak terjadi padamu, aku sangat takut membaca pesan itu sesungguhnya, meskipun sudah kau baca tulisan ini, aku tahu kamu masih marah denganku. 

Aku sudah memaafkanmu tulus, karena Rasa, rasa cintaku, rasa sayangku yang begitu dalam, aku berpikir mengapa kau memilih kata teman, karena aku akan menjadi teman hidupmu. Namun temanku berpesan juga, bahwa kamu tidak bisa putus dengannya karena kamu hanya dianggap teman saja.

Cukup sudah aku mengerti, kalimat itu tak akan membuatku membencimu seperti kalimatku dalam percakapan, aku selalu tersenyum saat melihatmu marah, senang bercampur aduk dengan kesal, kecewa sedikit....senang saat kita marahan, profilmu diganti dengan fotoku, kadang foto kita. 
Kalimatnya selalu menarik untuk dimengerti.

Aku menceritakan semua tentangmu kepada keluarga dan teman-temanku, betapa bangga dan spesialnya dirimu. Betapa aku tak bisa melirik yang lain lagi, membandingkan lagi dengan yang lain. Aku yakin masa depanku bersamamu.

Antara Logika dan Rasa aku memilih, rasa cintaku yang dalam kepadamu, aku rindu kepadamu dan juga aku mesti memikirkan solusi dan langkah agar orang tuamu setuju untuk 2 tahun kedepan. 

Tulislah I Miss You too, seperti aku selalu merindukanmu.

Ka ega.................


Wednesday, 9 March 2016

TUNJUKAN SOLIDARITASMU: TOLAK REKLAMASI BERSAMA DESA PEKRAMAN LEBIH

GIANYAR-TOLAK REKLAMASI  Tak bisa dipungkiri lagi bahwa kebanyakan pantai di Bali Selatan mengalami abrasi yang terus mengganas. Hal ini terjadi karena dampak dari pengurugan (REKLAMASI) di Laut Serangan pada tahun 1990-an.

Reklamasi Pulau Serangan, Denpasar. Semula, luas pulau hanya 110 hektar. Oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID), direklamasi lebih 400 hektar. Ini lah yang menyebabkan perubahan arus sehingga menyebabkan abrasi di sebagian pantai Bali Selatan.

Dari sekian pantai yang mengalami abrasi, Pantai Lebih adalah pantai yang mengalami abrasi terdahsyat, tidak hanya di Bali, termasuk di seluruh Indonesia.

Abrasi yang terjadi di pantai sangat berdampak buruk, mulai dari banyaknya warung yang harus pindah-pindah tempat untuk menghindari ambruknya warung karena deburan ombak, susahnya pedagang batu hitam untuk mencari batu hitam sejak abrasi terjadi dan yang lebih parah lagi adalah dekatnya jarak pantai dengan jalan raya, dan juga mengganggu petani palawija.

Abrasi yang terjadi di pantai Lebih sudah merenggut kebahagian banyak warga yang mencari sesuap nasi dari pantai tersebut. Selain itu abrasi juga telah merusak pesona keindahan pantai. Kini hampir tidak ada bibir pantai karena kian hari abrasi selalu terjadi.

Pemasangan beton dan batu dilakukan untuk mencegah abrasi meluas. Ini juga dapat mencegah ombak yang akan menggerus bangunan Padmasana yang sering digunakan untuk upacara keagamaan. 

Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika terjadi REKLAMASI terjadi di Teluk Benoa, tentunya akan membawa dampak lebih negatif lagi bagi pantai yang berimbas pada kehidupan warga masyarakat Bali. Untuk mencegah hal tersebut sudah banyak penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Bali, Desa Adat, Aktivis Pecinta Alam, Komunitas, Sekaa Teruna dan lain-lain.

Kini saatnya Desa Adat dan Masyarakt desa Lebih bergerak menyuarakan penolakan REKLAMASI di Teluk Benoa. Mengutip semangat Gendo Suardana di Post Facebook Kamis (10/03/2016) 

"Anda pernah mendengar Pantai Lebih di Kabupaten Gianyar? Pantai yg cukup legendaris, selain tempat ritual juga sebagai salah satu tempat pelopor kuliner laut.
Pantai Lebih sudah tak seperti namanya. Kian hari kian berkurang karena abrasi. Warga menduga abrasi keras sejak reklamasi Pulau Serangan. Sekarang pantai Lebih telah menjadi kurang, tak berpantai.
Karena Manusia bukan keledai, tak mau jatuh ke lubang yg sama tuk kedua kalinya, kini Desa Adat Lebih bangkit melawan. Mereka menolak reklamasi Teluk Benoa.
Ayo kita bersolidaritas atas gerakan ini!" 
Pantai Lebih bukan hanya milik masyarkat desa Lebih, Gianyar. Tetapi milik kita bersama, kita harus ikut menjaga, berjuang untuk Bali, kita tidak mau tenggelam. Mari bergabung bersama Gerakan Moral Tolak Reklamasi di Pantai Lebih, Kamis (10/03/2016) Pukul 14.00 Wita.(E64)

WIJATA LAKSITA | RAKSASA LAUT MENGAMUK DI PEREMPATAN AGUNG

SEPUTAR OGOH-OGOH-BALI Ogoh-ogoh menyerupai Raksasa Laut atau Monster Laut mengamuk di Perempatan Agung Desa Beng, Selasa (8/3/2016)

Keseruan pawai budaya ogoh-ogoh 2016 terlihat dari banyaknya ogoh-ogoh yang ikut meramaikan pawai dan tumpah ruah serta antusiasnya warga masyarakat Desa Beng dalam menyaksikan.

Dari ogoh-ogoh yang besar hingga anak-anak ikut dalam pawai ini untuk pelestarian budaya. Setiap ogoh-ogoh yang dibuat memiliki cerita dan tema masing-masing.

Namun ada salah satu ogoh-ogoh yang menarik perhatian dalam pawai tersebut. Ogoh-ogoh dari ST. Wijata Laksita, Banjar Adat Kelod Kauh Beng. Ogoh-ogoh seperti Raksasa atau Monster yang sedang menginjak alat berat dan mematahkan excavator.